Di antara jutaan wajah yang lalu-lalang,
ada satu yang diam-diam kurindukan—kau.
Bukan karena kau yang paling indah di mata,
tapi karena caramu hadir… membuat waktu terasa lebih pelan.
Aku melihatmu,
selalu dari jauh,
seperti bintang yang kutatap saban malam,
yang tak bisa kuraih… namun tak pernah lelah kupandang.
Kau berjalan biasa saja,
tapi di mataku, langkahmu puisi yang belum selesai ditulis semesta.
Kau tertawa lepas,
dan di sanalah aku tenggelam dalam gelombang yang tak bisa kucegah.
Kau tak tahu,
bahwa tiap detik aku menahan kata.
Ingin rasanya kusematkan namamu dalam bait-bait yang kutulis,
tapi cukup kertas yang tahu…
dan Tuhan, tempat segala rahasia kusembunyikan.
Aku mencintaimu,
tanpa pernah berharap balas.
Karena bagiku, mencintaimu tak harus memiliki,
cukup menjadi penjaga senyummu dalam doa yang tak bersuara.
Setiap malam adalah perjuangan,
antara ingin melupakan atau tetap menyimpanmu dalam kenangan.
Tapi hatiku selalu memilih diam.
Karena diam adalah satu-satunya cara mencintaimu…
tanpa menyakitimu.
Tak perlu kau tahu betapa dalam rinduku,
karena jika rindu ini sampai padamu,
aku takut ia menjadi beban di pundakmu yang rapuh.
Biarlah aku jadi bayang di belakang langkahmu,
tak terlihat—namun selalu ada.
Menjagamu dari kejauhan,
mengagumimu tanpa alasan yang perlu dimengerti dunia.
Dan jika suatu hari kau membaca puisi ini,
tanpa tahu bahwa kau yang kutuju,
maka biarlah itu menjadi takdir kecil antara aku dan Tuhan,
tentang cinta yang hanya bisa tumbuh…
dalam diam.
Dalam diam kutitipkan namamu pada senja,
sebab hanya pada langit, aku bebas bercerita.
Tentang parasmu yang tak pernah lelah singgah,
dalam ruang sunyi yang kusebut cinta.
Kau mungkin tak tahu,
bahwa setiap senyummu adalah bait puisi yang tak pernah selesai.
Langkahmu sederhana,
tapi bagiku—itu irama yang menenangkan badai.
Aku mencintaimu seperti bayang mencintai cahaya,
tak pernah bisa mendekat,
tapi tak pernah bisa berpisah.
Setiap pagi adalah harapan,
setiap malam adalah rindu yang kutuliskan dalam doa tanpa nama.
Dan kau,
tetap menjadi rahasia yang kujaga sepenuh jiwa.
Tak perlu kau tahu,
karena bukan untuk memilikimu aku mencintai.
Cukuplah hatiku mengagumi,
dari jauh, dari balik sunyi.
Kau berjalan lirih dalam anganku,
tak tahu kau, dirimu kutunggu.
Bak rembulan teduh di langit malam,
kaulah cahaya dalam hatiku yang kelam.
Tiada kata terucap nyata,
hanya doa yang diam kubawa.
Kukagumi kau tanpa suara,
rinduku pun tak bersuara.
Jika suatu hari kau tahu rasa ini,
biarlah ia tetap jadi puisi.
Karena mencintaimu dalam sembunyi,
adalah bahagiaku yang sunyi.
+++++++++++
++++++++(+(++
Wanita itu datang tanpa suara,
Dalam balutan jilbab sederhana,
Seperti pagi yang malu-malu menyapa,
Membawa teduh di balik cahaya.
Langkahnya tak pernah tergesa,
Namun waktu serasa tunduk padanya.
Ialah lentera di antara gelap dunia,
Iman terpahat dalam matanya,
Setiap tutur kata adalah dzikir yang lembut,
Membasuh luka-luka dunia yang kalut.
Senyumnya bukan sekadar manis,
Tapi doa yang diam-diam menyejukkan hati siapa pun yang melihatnya.
Di tengah hiruk pikuk dunia yang fana,
Ia tetap teguh menjaga diri dan jiwanya,
Bukan karena ingin dipuji manusia,
Tapi karena cinta kepada Sang Pencipta.
Ia tahu, kecantikan sejati tak terletak pada rupa,
Tapi pada akhlak dan iman yang tumbuh dalam dada.
Aku memandangnya,
Bukan karena kagum semata,
Tapi karena padanya kulihat surga yang nyata,
Ia bukan sekadar wanita,
Tapi penyejuk bagi mata,
Dan penuntun bagi jiwa yang mencari makna.
Ya Rabb, jika cinta ini fitrah,
Izinkan aku mencintainya karena-Mu semata.
Bukan untuk memilikinya dalam angan semu,
Tapi untuk berjalan bersamanya menuju ridha-Mu.
Jika ia memang tercipta dari tulang rusuk yang Kau tetapkan,
Maka satukanlah kami dalam kebaikan.
Alangkah indahnya bila ia menjadi makmum dalam doaku,
Mengamini harapanku dalam sujud yang syahdu.
Menjadi rumah dalam lelahku,
Dan bahu dalam tangisku.
Ia bukan hanya kekasih hati,
Tapi sahabat sejati menuju akhir nanti.
Namanya kusebut dalam senyap,
Dalam malam-malam panjang yang penuh harap.
Jika ia memang takdir yang Kau simpan,
Kuatkan aku untuk menjadi lelaki yang pantas Tuhan.
Sebab mencintainya bukan sekadar keinginan,
Tapi ibadah yang ingin kutunaikan dalam keikhlasan.
Tiada harta yang bisa kugenggam,
Selain janji pada-Mu untuk menjaga cinta ini dalam diam.
Tiada puisi yang cukup menggambarkan betapa lembut jiwanya,
Namun Engkau tahu,
Aku mencintainya karena akhlaknya,
Karena dia dekat dengan-Mu.
Ia, Widayanti,
Nama yang kupahat dalam doa setiap malam,
Sebagai cinta yang ingin kujaga,
Dalam taat, dalam iman,
Hingga surga mempersatukan.