Kamis, 07 Agustus 2025

1993

Tuhan, Maafkan Aku

Tuhan…
Maafkan aku
bila ada bisik di hatiku
yang meragukan kasih-Mu,
bila mataku terlalu lelah
menatap jalan yang terasa berat
hingga lupa bahwa setiap langkah
ada rahmat-Mu yang mengiringi.

Maafkan aku, Tuhan…
bila pernah aku merasa
dunia tak adil padaku
padahal Kau tahu
apa yang tak kupahami,
Kau simpan jawabnya
di waktu yang paling tepat.

Kadang aku bertanya,
“Kenapa aku, Tuhan?”
lupa bahwa setiap luka
adalah undangan untuk lebih dekat
pada-Mu yang tak pernah meninggalkan.

Ajari aku…
menukar keluh menjadi syukur,
air mata menjadi doa,
dan kecewa menjadi jalan pulang
ke pelukan-Mu.

Tuhan…
jika dunia terasa sempit,
luaskanlah hatiku dengan iman,
dan jika aku merasa sendiri,
ingatkanlah aku
bahwa Kau
selalu di sini.

"""++-;!;:--+(+-----;+++(!!!!@))


"Jejak Luka, Jejak Kuat"

Tahun sembilan puluh tiga,
dunia kecilku pecah tanpa peringatan.
Ayah dan ibu,
dua cahaya yang dulu menuntunku,
memilih jalan yang tak lagi bersisian.

Aku masih bocah—
belum mengerti arti kata “berpisah”,
hanya tahu bahwa rumah
tak lagi berisi tawa yang lengkap.

Sejak itu,
hari-hari penuh bisik di belakang punggungku,
mata orang-orang yang seolah menimbang nasibku,
dan lidah yang tak segan melukai.
Anak-anak yang kusebut teman,
kadang menjelma badai kecil
yang mencibir, menertawakan,
menjadikan hatiku medan perang sunyi.

Aku belajar menunduk,
bukan karena kalah,
tapi karena ingin menyembunyikan mata yang basah.
Aku belajar diam,
karena setiap kata bisa jadi peluru.
Dan di malam-malam yang panjang,
aku bercakap dengan diriku sendiri,
menggenggam erat harapan tipis
bahwa suatu hari, luka ini akan sembuh.

Tapi waktu mengajariku sesuatu:
bahwa luka tidak selalu hilang,
kadang ia menetap—
namun dari sanalah akar kekuatan tumbuh.

Aku mulai berdiri lebih tegak,
meski hati masih menyimpan retak.
Aku mulai melangkah,
meski jalanan penuh kerikil tajam.
Aku tahu, masa kecilku bukan dongeng,
tapi dari kepedihan itulah
aku belajar menghargai setiap cahaya kecil
yang mampir di hidupku.

Kini aku menatap ke belakang,
bukan lagi dengan getir,
tapi dengan rasa bangga:
Aku selamat.
Aku bertahan.
Dan dari semua cibiran, ejekan, dan luka itu—
aku menjelma sesuatu yang mereka tak sangka:
kuat.