Minggu, 27 Juli 2025

cerpen

Judul: Sebelum Terlambat

Di sudut kelas 2B, Joe duduk sambil mencoret-coret bukunya. Ia bukan sedang mencatat pelajaran, melainkan menggambar sesuatu yang hanya dia pahami—huruf W dengan bentuk hati kecil di sampingnya.

Sudah hampir dua bulan ia memendam perasaan pada Wida, gadis yang duduk dua baris di depannya. Wida pintar, ceria, dan punya senyum yang bisa membuat Joe lupa caranya berhitung.

"Joe, kamu lagi ngelamun ya?" tanya phur, sahabat sebangkunya, sambil menepuk bahunya.

"Hah? Nggak... cuma bosen," jawab Joe gugup, cepat-cepat menutup buku coretannya.

Phur terkekeh. "Udah lah, aku tahu kamu suka Wida."

Joe menoleh cepat. "Jangan bilang siapa-siapa ya!"

"Tenang, rahasia aman di gue. Tapi kamu kapan mau bilang ke dia?"

"Aku lagi nyari waktu yang pas," jawab Joe pelan. "Aku takut kalau dia nolak, nanti suasana kelas jadi canggung..."

Hari-hari berlalu, dan Joe masih belum punya keberanian. Sampai suatu siang, saat istirahat, ia tidak sengaja mendengar percakapan Wida dan teman dekatnya, Ani, di belakang kelas.

"Aku tahu kok Joe suka kamu, Wid," kata Ani.

Wida tersenyum tipis. "Iya, aku juga ngerasa gitu... tapi aku nggak bisa nerima, An."

Joe yang berdiri di balik pintu, merasa seperti disambar petir. Dadanya sesak, napasnya tercekat. Ia mundur pelan dan duduk di tangga belakang sekolah.

Tak lama, phur datang menyusul. "Bro... kamu denger ya?"

Joe hanya mengangguk, sambil mengusap dahi,Matanya menatap kosong.

"Yah... setidaknya kamu belum malu di depan dia," kata phur mencoba menghibur.

"Ya...Aku cuma nyesel... bukan karena ditolak. Tapi karena nggak sempat bilang," jawab Joe lirih.


---

Beberapa tahun kemudian, saat reuni kecil SMA...

Wida datang dengan senyum yang sama seperti dulu. Mereka sempat berbincang.

"Kamu dulu suka aku ya?" tanya Wida tiba-tiba, menatap Joe dengan pandangan hangat.

Joe terkejut. Ia hanya bisa tertawa kecil. "Ketahuan ya?"

Wida mengangguk. "Aku dulu bilang ke Ani aku nggak bisa nerima... tapi mungkin karena aku belum benar-benar kenal kamu."

"Haha... ya udah, masa lalu biar jadi masa lalu," kata Joe, meneguk es teh.

Wida tersenyum. "Iya, tapi kalau dulu kamu berani ngomong, mungkin ceritanya beda."

Joe diam sejenak. Ia tersenyum, tapi matanya sedikit redup.

"Ya... tapi setidaknya, sekarang kita bisa ngobrol tanpa rasa canggung."

Tamat