Ku biarkan pikiranku mengembara apa maunya
Alam ini seribu makna
yang mencipta tunas-tunas hidup penggembara
sampai darah-darah menghias lewat penanya
pesonanya takkan padam
mencipta bejibun syair malam
tak apalah bahasa alam sesekali memberi sebait guratan
saat kecipak jernih air gerimis mengingatkan:
“wariskan mata air, bukan air mata”
aku bertanya:
“mengapa kerinduan selalu hadir di sini
di mana kutilang menyusun sarang, mengeram kepasrahan?
........:::::::::::::::;;,,,,
Terlalu besar ke egoisan ku
Terlalu melantur harapanku
Semua tak seperti yang diharapkan.
Cinta hanya ada dalam mimpi, cinta hanya ada dalam hati, cinta hanya terungkap dari tulisan ini.”
Hari yang cerah ini ada cerita tentang dingin malam, tentang mata yang enggan berpejam, dan bercampur doa-doa sisa air mata.”
“Ternyata aku masih terlalu dini untuk bisa mengucapkan kata ijinkan aku mengagumi mu
aku masih terlalu songong untuk mengiringi langkahmu. Aku hanya sanggup mencoret lembar-lembar berikutnya, tuliskan tentang kisah ku padamu.”
“Hari yg telah berlalu atau lain waktu sama saja dengan hari ini. Duka dan suka menjadi seirama bait kata, matahari di luar, matahari dalam hati menyatu dalam kepiluan sukmaku.”
"Ada yang menalir di ujung kedua mataku, begitu goretan-goretan pena itu terselesaikan
Walau sedikit insiden
Ternyata kelopak mata ini tidak terlalu kuat sehingga jebol lagi, meski baru sedikit.”